Dri sisi tahapan perkembangan, anak usia balita masih memiliki banyak keterbatasan dalam berpikir dan memahami emosi. Mereka masih butuh bimbingan dan arahan konkret untuk melakukan sesuatu dengan benar sesuai yang diinginkan orangtua.
Psikolog Aurora L. Toruan, Msi mengatakan bahwa anak balita belum memiliki kemampuan memahami perasaan dan mencerna pendapat orang lain dengan tepat. “Kemampuan perspective taking ini akan semakin optimal saat anak memasuki pertengahan usia sekolah, yaitu sekitar usia 9 – 10 tahun,” ujarnya.
Mengingat anak balita cenderung kurang dapat memahami tujuan di balik
kemarahan orangtua, maka bila orangtua sering memarahinya, terutama dengan
berteriak atau membentak dengan suara yang keras, anak akan lebih mudah
dikuasai perasaan bersalah atau takut. "Bila berlangsung terus-menerus, hal ini justru akan membawa dampak
negatif, seperti berkurangnya rasa percaya dan kedekatan anak terhadap orangtua,”
tambah Aurora.
Lalu bagaimana cara untuk menegur mereka? banyak penelitian yang menunjukkan bahwa hukuman dengan kekerasan atau dengan sikap kasar lebih banyak memberikan dampak negatif. Di antaranya, anak memiliki rasa bersalah yang besar, kurang percaya diri, menjauhi orangtua, bahkan bisa juga anak jadi meniru perilaku kasar tersebut.
Sebelum mengambil langkah, orangtua perlu menetapkan tujuan yang hendak dicapai melalui kemarahannya. “Orangtua perlu melihat perilaku anak dari berbagai sudut pandang. Apakah anak sudah memahami apa yang kita sampaikan? Apakah ia sudah paham, namun terbiasa dengan pola harus dimarahi dulu baru mau menurut? Orangtua perlu lebih dahulu mengelola kemarahannya sebelum mengambil jalan keluar untuk membentuk perilaku anak,” terang Aurora.